Tertera Nama Tonko Oosterhuis di Bangku Memorial Taman Tugu Malang, Tentara KNIL yang Memiliki Sejarah dan Ikatan Emosional dengan Kota Malang

Tertera Nama Tonko Oosterhuis di Bangku Memorial Taman Tugu Malang, Tentara KNIL yang Memiliki Sejarah dan Ikatan Emosional dengan Kota Malang
Nama Tonko Oosterhuis di Bangku Memorial Taman Tugu Malang / Credit Foto: KapanLagi.com/Darmadi Sasongko

Kapanlagi.com - Di Taman Alun-alun Tugu Kota Malang, terukir nama ‘Pak Tonko Oosterhuis’ pada sebongkah bangku memorial. Tidak hanya itu saja, bangku berbahan batu andesit itu terdiri tiga bagian dan satu bagian lain juga mencantumkan anggota keluarga yang lain, yakni Jan dan Johan.

Bangku tersebut dalam bentuk balok persegi panjang tertanam berjajar menjadi tempat duduk di sekitar air mancur. Bangku ini dalam posisi lurus dan garis imaginer antara Gedung Balaikota dan Tugu Kota Malang.

Bangku memorial ini menjadi perbincangan saat Pemerintah Kota (Pemkot) Malang melakukan revitalisasi Taman Tugu Alun Alun tersebut. Pembangunan fasilitas baru membuat bangku tersebut ikut dibongkar dari posisinya.

 

1. Sejarah Tonko Oosterhuis Hingga Namanya Terukir di Kawasan Alun-alun Tugu Malang

Sejarah Tonko Oosterhuis / Credit Foto: KapanLagi.com/Darmadi Sasongko

Tjahjana Indra Kusuma, sejarawan Kota Malang mengatakan bahwa hasil penulusurannya menemukan bahwa Tonko, Jan, dan Johan berasal dari satu keluarga, yakni keluarga Oosterhuis. Mereka memiliki perjalanan sejarah dan ikatan emosional dengan Kota Malang.

Tonko Oosterhuis adalah seorang Tentara Kerajaan Hindia Belanda (KNIL) kelahiran 7 Oktober 1896 di Westerlee (Scheemda). Ia wafat pada 3 Desember 1943 di Teluk Ambon pada geladak kapal Nichinan Maru dengan pangkat terakhir Sersan. 

"Ia memulai karier militernya pada tahun 1921 di kesatuan tentara kolonial cadangan. Jabatan pertamanya sebagai prajurit KNIL bertugas di Kalabahi, Alor," jelas Tjahjana Indra Kusuma di Taman Tugu Kota Malang, Selasa (4/7). 

Tonko kemudian menikahi Aletta Toepa, putri seorang kepala sekolah di Timor pada 1925 dan dua anak mereka pun lahir di tersebut. Tercatat, Tonko beberapa kali pindah tugas yakni ke Waingapu (Sumba), Cimahi, Surabaya dan Samarinda hingga kemudian dipromosikan naik pangkat menjadi Letnan Infantri KNIL. 

Sejarah Tonko Oosterhuis / Credit Foto: KapanLagi.com/Darmadi Sasongko

Tonko pernah bertugas sebagai staf Batalyon Infantri VIII di Malang dan menjadi tahanan saat Invasi Jepang ke Malang pada 9 Maret 1942, "Ketika Tentara Kolonial menyerah dan dilucuti saat invasi Jepang, dia diinternir sebagai tawanan perang di kamp interniran Divisi ke-3," jelasnya.

Berikutnya, Tonko dipindahkan ke tahanan di Surabaya digabungkan dengan tawanan perang dari Batavia dan daerah lain.  Mereka dikirim ke sejumlah daerah untuk ikut kerja paksa.

Pada 18 April 1943, Tonko bersama 6.300 tawanan perang lain dibawa enam kapal angkut Jepang dari Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. Empat kapal menuju Maluku dan dua kapal lainnya menuju Pulau Flores.

Tonko turun di Seram dan mengikuti kerja paksa (romusha) di Amahei untuk membangun bandara hingga Oktober 1943. Ia dan rombongan kemudian dipindahkan ke Paloa, Pulau Haruku. 

Kondisi yang buruk membuat banyak tawanan sakit dan meninggal dunia. Pimpinan Jepang pun memutuskan mengembalikan para tawanan ke Jawa, termasuk Tonko yang dalam kondisi sakit parah.

Selain kelelahan karena kerja paksa, sejak 2 Oktober 1943 Tonko menderita beri-beri. Karena itu, Ia menumpang di Kapal SS Nichinan Maru yang dikhususkan bagi tawanan yang sakit.  Saat itu, seluruh kapal Jepang singgah di Teluk Ambon, termasuk SS Suez Maru dan SS Maros Maru.

Pada 3 Desember 1943 pukul 11.00, Tonko meninggal dunia di geladak kapal tersebut. Manifes mencatat penyebab wafatnya akibat disentri. Ia pun dimakamkan di darat oleh penduduk setempat.

Namun hingga kini, makam Tonko tidak pernah ditemukan. Kerabat mencoba mencari informasi melalui War Graves Foundation dan diduga termasuk 15 kuburan prajurit tak dikenal yang ditemukan di Ereveld di Ambon.

(Lagi-lagi bikin heboh! Setelah bucin-bucinan, sekarang Erika Carlina dan DJ Bravy resmi putus!)

2. Mengenang Anak dan Istri Tonko Oosterhuis

Mengenang Anak dan Istri Tonko Oosterhuis / Credit Foto: KapanLagi.com/Darmadi Sasongko

Anak tertua Tonko, Swier Johannes Oosterhuis atau yang tertulis dalam bangku kenangan dengan nama Johan, juga tidak selamat saat pendudukan Jepang. Johan yang lahir di Kalabahi pada 1927 bersama tiga temannya HBS (Hoogere Burgerschoo) ditangkap oleh Kempeitai (polisi militer Jepang). 

Johan ditangkap di kamp interniran Jalan Welirang 43 Kota Malang pada 1944 karena dicurigai melakukan aksi perlawanan. Mereka diduga memberi isyarat kepada pesawat Sekutu yang terbang di langit Malang dengan lampu senter. Johan menjalani masa hukuman dan meninggal dunia di penjara Lowokwaru, Malang pada 25 Juni 1945 pada usia 18 tahun.

Mengenang Anak dan Istri Tonko Oosterhuis / Credit Foto: KapanLagi.com/Darmadi Sasongko

Istri Tonko, Aletta Toepa pulang ke Belanda pada September 1946. Janda enam anak itu tinggal bersama keluarga almarhum suaminya hingga meninggal dunia pada 1978 di Heerenveen. 

Sementara itu pada 2003, anak laki-laki Tonko lainnya, Jan Oosterhuis juga meninggal dunia di Indonesia. Pria kelahiran Cimahi tahun 1933 ini mengalami serangan jantung saat berenang di Labuan Bajo, sekitar Pulau Komodo.

"Guna mengenang anggota keluarga yang meninggal dunia di Hindia Belanda dan adanya hubungan emosional dengan ‘tanah air’ ibunya, anak-anak yang masih hidup dan saudara dari ibu mereka menempatkan sebuah bangku peringatan penuh kenangan di Malang," urainya.

 

3. Bangku Memorial Dirancang Ergonomis

Bangku Memorial Dirancang Ergonomis / Credit Foto: KapanLagi.com/Darmadi Sasongko

Bangku kenangan tersebut dibangun melalui proses perizinan ke Pemerintah Kota Malang karena memang posisinya di ruang publik yakni Alun-alun Tugu. Bangku tersebut dirancang salah satu saudara Aletta Toepa; Luiz Wilson yang juga seorang arsitek. Karena itu tampak dirancang ergonomis dengan posisi yang strategis.

"Titiknya itu instagramable, kalau istilah sekarang. Jika untuk berpotret akan tampak facade Balai Kota, sebagai latar belakang," ungkap Tjahjana Indra Kusuma.

Posisinya segaris dengan 'sumbu imajiner' Balaikota-Tugu-Idenburgstraat (sekarang Jalan Suropati) dengan ujung pandang di Gunung Arjuno sekaligus juga mengenang di latar kanan depan bangunan HBS-AMS Malang, tempat sekolah Johan, anak sulung Tonko Oosterhuis.

 

(Ramai kabar perceraian dengan Raisa, Hamish Daud sebut tudingan selingkuh itu fitnah.)

(kpl/dar/slm)

Reporter:

Darmadi Sasongko

Rekomendasi
Trending