Wawancara Eksklusif Bareng Alex Budiyanto Founder AI Hub: Ini Kata Pakar Teknologi Soal AI vs Karya Seni

Penulis: Editor KapanLagi.com

Diperbarui: Diterbitkan:

Wawancara Eksklusif Bareng Alex Budiyanto Founder AI Hub: Ini Kata Pakar Teknologi Soal AI vs Karya Seni
source: AI generated image - dok. pribadi

Kapanlagi.com - KapanLagi dapat kesempatan untuk membahas perkembangan AI yang begitu masif dengan salah satu ahli yakni Bapak Alex Budiyanto, Founder Indonesia Artificial Intelligence Hub (aihub.id) sekaligus merupakan Ketua Umum Asosiasi Cloud Computing Indonesia. Kita banyak bertanya mengenai penggunaan AI yang saat ini begitu massive.

Membahas mengenai AI, kita bisa lihat nih kalau banyak pro dan kontra di kalangan publik. Bapak Alex pun memberikan pendapatnya sebagai seorang ahli di bidang teknologi yang bisa jadi pencerahan bagi kita semua nih, KLovers. Nggak cuma itu saja, kita juga mendapat rekomendasi apa saja sih tools AI yang cocok untuk bidang-bidang tertentu. Ini wajib banget kamu baca biar nggak salah pilih tools AI buat dipakai!

Tentunya banyak juga yang penasaran bagaimana tanggapan tenaga ahli di bidang Teknologi tentang fenomena AI-generate dengan style Ghibli yang sedang ramai banget di sosial media. Kira-kira apa kata Bapak Alex?

"AI seharusnya menjadi alat untuk memperkaya dunia seni, bukan malah merusak penghargaan terhadap karya manusia yang penuh dedikasi." - Alex Budiyanto

1. Tantangan Pemakaian AI

Q: Sebagai orang yang berkecimpung lama di dunia teknologi, menurut Pak Alex perkembangan AI saat ini seperti apa?

ALEX: Kalau kita lihat perjalanan beberapa tahun terakhir, perkembangan AI benar-benar luar biasa cepat. Dulu AI lebih banyak berada di laboratorium atau dibahas dalam seminar akademis. Sekarang, AI sudah ada di genggaman semua orang, membantu kita dalam banyak aspek kehidupan, mulai dari pekerjaan sehari-hari sampai hal-hal kreatif.

Yang menarik, AI bukan hanya menjadi alat bantu, tapi juga mulai menjadi katalisator perubahan. Banyak sekali sektor yang terdampak, mulai dari pendidikan, kesehatan, industri kreatif, sampai keamanan siber. AI bukan lagi sekadar teknologi masa depan, tapi sudah menjadi bagian dari kehidupan kita hari ini.

Saya melihat ke depannya, AI akan semakin personal dan semakin menyatu dalam berbagai layanan dan sistem yang kita gunakan sehari-hari. Tapi tentu, kemajuan ini juga membawa tantangan baru, seperti bagaimana kita menjaga etika penggunaan AI, melindungi privasi data, dan memastikan teknologi ini bisa diakses secara adil oleh semua orang.

(Kondisi Vidi Aldiano bikin khawatir, kesakitan jalan di panggung dan dituntun Deddy Corbuzier.)

2. Alasan Kenapa AI Berkembang Pesat Seperti Sekarang

Q: Apakah sempat ada bayangan bahwa banyak bermunculan tools seperti ChatGPT, DeepSeek, dan Grok dalam dunia AI?

ALEX: Sejujurnya, kalau melihat perkembangan teknologi machine learning dan natural language processing beberapa tahun ke belakang, kita memang sudah bisa membayangkan bahwa akan ada lompatan besar. Tapi kecepatan kemunculan tools seperti ChatGPT, DeepSeek, dan Grok tetap di luar dugaan saya.

Yang mempercepat semuanya tentu tidak lepas dari kemajuan cloud computing. Dulu, membangun dan melatih model AI berukuran besar itu butuh investasi infrastruktur yang sangat besar. Tapi dengan adanya cloud, akses ke komputasi super cepat dan scalable jadi lebih mudah dan terjangkau. Siapa pun, mulai dari startup, kampus, sampai perusahaan besar, bisa mengembangkan AI mereka sendiri.

Berkat cloud juga, berbagai layanan AI bisa langsung diakses melalui API, membuat integrasi AI ke dalam aplikasi jadi jauh lebih cepat. Jadi walaupun perkembangan AI sudah bisa diprediksi, cloud computing benar-benar menjadi katalis yang mempercepat semua ini terjadi dalam skala yang lebih luas.

3. Rekomendasi Tools AI Untuk Ningkatin Skill

Q: Bagaimana menurut Pak Alex, tools AI yang bisa dimanfaatkan oleh Gen Z untuk meningkatkan skill?

ALEX: Menurut saya, Gen Z saat ini punya peluang yang luar biasa besar untuk mengembangkan keterampilan mereka dengan bantuan berbagai tools berbasis AI. Kalau kita lihat, sebenarnya tools ini bisa dikelompokkan berdasarkan bidang keterampilan yang ingin dikembangkan. Berikut beberapa di antaranya:

1. Untuk meningkatkan keterampilan menulis dan komunikasi:
Gen Z bisa menggunakan tools seperti ChatGPT untuk membantu menyusun ide, membuat esai, artikel, atau bahkan latihan membuat surat lamaran kerja. Selain itu, Grammarly dan Quillbot bisa dimanfaatkan untuk memperbaiki tata bahasa, memperjelas kalimat, dan mengembangkan kemampuan menulis bahasa Inggris yang lebih profesional. Sebagai contoh, saat menulis esai kuliah atau konten blog pribadi, mereka akan bisa lebih percaya diri dengan hasil tulisannya.

2. Untuk belajar programming dan teknologi:
Tools seperti GitHub Copilot bisa menjadi asisten coding yang sangat membantu. Tools ini bisa memberikan saran potongan kode, membantu menyelesaikan error, atau mempercepat proses belajar bahasa pemrograman seperti Python, JavaScript, atau C#. Misalnya, saat membuat aplikasi sederhana atau proyek coding untuk tugas kuliah, Gen Z bisa mendapatkan panduan praktis dari AI.

3. Untuk kreativitas visual dan desain:
Bagi yang ingin mengasah keterampilan di bidang kreatif, Canva AI dengan fitur Magic Design bisa membantu membuat poster, infografis, atau presentasi dengan desain menarik dalam waktu singkat. Sementara itu, Runway ML memungkinkan eksplorasi di bidang video editing atau pembuatan animasi berbasis AI, bahkan bagi yang belum punya pengalaman profesional di bidang desain. Adobe juga banyak mengintegrasikan AI dalam produk dan layannnya.

4. Untuk mendukung riset dan pembelajaran mandiri:
Dalam hal riset, Perplexity AI dan Consensus AI sangat bermanfaat. Mereka membantu mencari referensi berbasis data dan jurnal ilmiah, merangkum informasi penting, dan mempercepat proses memahami topik baru. Sebagai contoh, ketika Gen Z ingin mempelajari isu terbaru tentang climate change atau tren bisnis digital, tools ini bisa membantu menemukan informasi yang relevan dengan cepat.

4. AI Vs Karya Seni

Q: Bagaimana pendapat Pak Alex dengan fenomena Ghibli yang menggunakan AI?

ALEX: Kalau kita lihat fenomena belakangan ini, banyak orang menggunakan AI untuk membuat gambar atau kartun bergaya Studio Ghibli. Di satu sisi, ini menunjukkan betapa kuat dan ikoniknya gaya visual Ghibli di mata dunia. Tapi di sisi lain, ini menimbulkan persoalan besar soal hak cipta dan keaslian karya.

Dengan adanya tools AI generatif, siapa saja sekarang bisa menghasilkan gambar yang mirip karya Ghibli dalam hitungan detik, tanpa harus melalui proses kreatif panjang seperti yang dilakukan oleh para animator aslinya. Bahkan, banyak karya yang beredar di internet memakai gaya Ghibli tanpa ada hubungan atau izin resmi dari Studio Ghibli sendiri. Ini jelas menjadi tantangan baru, bukan hanya dari sisi bisnis, tapi juga dari sisi penghormatan terhadap karya seni.

Menurut saya, ini adalah contoh nyata bagaimana teknologi bisa menjadi pedang bermata dua. Di satu sisi, AI membuka akses kreativitas yang lebih luas. Tapi di sisi lain, juga mengaburkan batas antara karya orisinal dan karya tiruan, apalagi kalau menyangkut gaya artistik yang memiliki identitas kuat seperti Ghibli.

Ke depannya, saya rasa penting ada aturan yang lebih jelas terkait penggunaan AI dalam dunia kreatif, terutama soal hak cipta, perlindungan seniman, dan bagaimana teknologi ini digunakan secara etis. AI seharusnya menjadi alat untuk memperkaya dunia seni, bukan malah merusak penghargaan terhadap karya manusia yang penuh dedikasi.

5. Profil Alex Budiyanto, Sosok Ahli di Bidang Teknologi

Q: Boleh diceritakan perjalanan Pak Alex di bidang teknologi seperti apa hingga bisa jadi seseorang yang expert di bidang teknologi seperti saat ini?

ALEX: Kalau bicara soal perjalanan saya di dunia teknologi, sebenarnya semuanya berawal dari rasa ingin tahu yang besar. Waktu masih kuliah, saya aktif di berbagai komunitas teknologi seperti Kelompok Pengguna Linux Indonesia (KPLI), IlmuKomputer.Com, Microsoft User Group, dan beberapa komunitas lainnya. Dari komunitas-komunitas ini, saya banyak belajar, bertemu orang-orang hebat, dan mengikuti berbagai perkembangan teknologi terbaru. Bisa dibilang, komunitas adalah "sekolah kedua" saya di luar bangku kuliah.

Setelah lulus, saya berkesempatan memulai karier profesional di Sun Microsystems Indonesia sebagai Education & Community Manager. Pada saat itu, Sun Microsystems adalah salah satu raksasa IT dunia, dan pengalaman membangun serta mengelola komunitas seperti Java User Group Indonesia, Open Solaris User Group Indonesia, Open Source University Meetup, dsbnya membuka mata saya tentang bagaimana teknologi dikembangkan dan diterapkan.

Saat Sun Microsystems diakuisisi oleh Oracle, saya lalu beralih membantu membangun komunitas developer Nokia di Indonesia, sebelum akhirnya bergabung di Microsoft Indonesia. Di Microsoft, saya mulai lebih serius mendalami cloud computing sebuah bidang yang saat itu mulai berkembang pesat.

Pada tahun 2012 masih belum banyak yang memahami mengenai cloud computing, sehingga saya terdorong untuk membangun komunitas Cloud Computing Indonesia. Komunitas ini kemudian menjadi Asosiasi Cloud Computing Indonesia pada tahun 2017. Ketika bicara mengenai cloud computing kita tentu tidak akan lepas dari aspek keamanannya, sehinga di 2021 saya berinisiatif membangun Indonesia Cyber Security Hub (cyberhub.id) yang diluncurkan oleh Kepala Badan Siber dan Sandi Negara.

Lalu, seiring makin banyaknya layanan AI yang dibangun di atas platform cloud, saya melihat peluang besar di dunia kecerdasan buatan. Maka saya juga membangun Indonesia Artificial Intelligence Hub, sebagai upaya mendorong adopsi dan inovasi AI di Indonesia.

Kalau ditanya apa kunci perjalanan ini, buat saya sederhana: tetap belajar, berani mencoba, dan selalu terbuka terhadap perubahan.

(Segera nikah! Clara Shinta dan Lxa posting foto pre-wedding tanpa bersentuhan.)

(kpl/jje)

Rekomendasi
Trending