10 Larangan saat Ibadah Haji Lengkap dengan Sanksi dan Hukumannya

Penulis: Miranti

Diperbarui: Diterbitkan:

10 Larangan saat Ibadah Haji Lengkap dengan Sanksi dan Hukumannya
Ilustrasi Ibadah Haji (Credit: Omer F.Arslan/Unsplash)

Kapanlagi.com - Melaksanakan ibadah haji adalah cita-cita suci yang diimpikan oleh umat Islam di seluruh penjuru dunia. Namun, perjalanan spiritual ini tidak hanya memerlukan kesiapan fisik dan mental, tetapi juga kepatuhan terhadap aturan-aturan syar'i yang telah ditetapkan. Salah satu aspek krusial yang sering terabaikan oleh para jemaah adalah larangan-larangan yang berlaku selama masa ihram dan pelaksanaan manasik.

Larangan-larangan ini bukan sekadar aturan teknis semata, melainkan merupakan bagian integral dari ibadah yang menuntut kedisiplinan dan keikhlasan. Pelanggaran terhadap larangan-larangan ini tidak hanya dapat merusak nilai ibadah, tetapi juga berpotensi menimbulkan kewajiban membayar fidiah, bahkan bisa membatalkan haji itu sendiri. Oleh karena itu, pemahaman yang mendalam mengenai larangan-larangan ini menjadi sangat penting untuk mencapai haji yang mabrur.

Menurut sumber resmi dari Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), terdapat sepuluh larangan utama dalam ibadah haji yang wajib diperhatikan oleh setiap jemaah. Larangan-larangan ini mencakup berbagai aspek, mulai dari hal-hal yang bersifat fisik, sosial, hingga simbolis. Mari kita simak rincian lengkap mengenai larangan-larangan tersebut beserta sanksi yang menyertainya, agar perjalanan spiritual kita dapat berjalan lancar dan penuh berkah.

1. Meninggalkan Wajib Haji

Salah satu kesalahan fatal yang sering terjadi dalam pelaksanaan haji adalah mengabaikan kewajiban-kewajiban penting yang meski bukan bagian dari rukun, tetap memiliki konsekuensi serius jika ditinggalkan. Kewajiban seperti melempar jamrah, mabit di Muzdalifah dan Mina, tawaf wada', serta berihram dari miqat, harus dilaksanakan dengan penuh kesadaran. Dalam fikih, pelanggaran terhadap salah satu kewajiban ini tanpa alasan yang syar'i mengharuskan jemaah untuk membayar damm, yaitu menyembelih seekor kambing; bagi yang tidak mampu, ada opsi untuk berpuasa selama sepuluh hari. Sanksi ini menegaskan betapa pentingnya mengikuti aturan dalam ibadah haji agar tidak dianggap remeh.

Mencukur Rambut atau Bulu Badan

Selama dalam keadaan ihram, mencukur rambut atau bulu tubuh seperti ketiak, kemaluan, kumis, dan jenggot adalah pelanggaran. Larangan ini secara eksplisit dijelaskan dalam Al-Qur'an:“Jika ada di antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu dia bercukur), maka wajiblah atasnya berfidyah...” (QS. Al-Baqarah: 196)

Fidyah yang dimaksud bisa berupa puasa, sedekah, atau menyembelih hewan. Tujuan dari larangan ini adalah menjaga simbol kesucian dan kesetaraan dalam kondisi ihram.

Ritual ini mengandung nilai spiritual yang tinggi. Dengan tidak memperindah diri selama ihram, jemaah menegaskan pelepasan diri dari duniawi demi totalitas dalam ibadah.

(Kondisi Vidi Aldiano bikin khawatir, kesakitan jalan di panggung dan dituntun Deddy Corbuzier.)

2. Memotong Kuku

Dalam pelaksanaan ibadah haji, terdapat sejumlah larangan yang harus dipatuhi, termasuk menggunting kuku dan mencukur rambut. Tindakan ini dianggap sebagai upaya untuk memperindah diri, yang bertentangan dengan semangat kesederhanaan yang harus dijunjung selama berada dalam keadaan ihram. Pelanggaran terhadap aturan ini mengharuskan jemaah untuk membayar fidyah, sebagai pengingat untuk menjaga fisik dalam kondisi alami, mencerminkan kehinaan dan kepasrahan di hadapan Allah. Larangan-larangan ini berfungsi sebagai latihan spiritual, mendorong jemaah untuk menahan diri dari kebiasaan sehari-hari yang mungkin tampak sepele, namun dilarang dalam momen suci ini.

Saat berihram, laki-laki dilarang menutup kepala dengan topi atau sorban. Sementara perempuan tidak boleh menutup wajah dengan cadar. Hal ini berdasarkan hadis sahih:

“...seorang wanita yang berihram tidak memakai cadar dan tidak memakai kaos tangan” (HR. Bukhari: 1741)

Dengan menampakkan kepala dan wajah, ibadah haji menjadi pengingat bahwa semua manusia setara di hadapan Tuhan, tanpa atribut tambahan yang membedakan.

3. Mengenakan Pakaian Berjahit (Pria)

Dalam pelaksanaan ibadah haji, para laki-laki diwajibkan mengenakan kain ihram yang sederhana, tanpa jahitan, dan tidak menyerupai pakaian yang membentuk lekuk tubuh. Aturan ini bertujuan untuk menegaskan kesetaraan di hadapan Allah, menghapus perbedaan sosial antara kaya dan miskin, sehingga semua jemaah tampil seragam dalam kesederhanaan. Pelanggaran terhadap ketentuan ini akan dikenakan fidyah, karena meski tampak sepele, kesalahan dalam berpakaian dapat mengurangi kekhusyukan dan makna spiritual haji.

Menggunakan Parfum

Parfum dan harum-haruman dilarang digunakan saat ihram. Hal ini bukan hanya pada tubuh, tetapi juga pada pakaian dan barang bawaan.

Hadis dari Aisyah r.a. menyebutkan:

"Aku pernah memberi wewangian pada Rasulullah untuk ihramnya, sebelum berihram dan untuk tahalulnya...” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dengan larangan ini, jemaah diingatkan untuk tidak terjebak dalam hal-hal duniawi. Kesucian dan kekhusyukan menjadi fokus utama ibadah, bukan penampilan atau aroma.

4. Berburu Hewan Darat

Berburu hewan darat halal selama ihram dilarang tegas dalam Al-Qur’an (QS. Al-Maidah: 96). Sebaliknya, hewan laut tidak termasuk dalam larangan tersebut.

Hal tersebut berdasarkan pada surah Al-Maidah ayat 96:

“Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu, dan bagi orang-orang yang dalam perjalanan; dan diharamkan atasmu (menangkap) binatang buruan darat, selama kamu dalam ihram. Dan bertakwalah kepada Allah Yang kepada-Nya-lah kamu akan dikumpulkan.”

Jika larangan ini dilanggar, maka jemaah wajib membayar fidyah jaza’, yaitu denda setara dengan hewan yang dibunuh.

Khitbah dan Akad Nikah

Melamar atau menikah saat ihram dilarang. Akad yang dilakukan selama masa ihram tidak sah dan harus diulang setelah tahallul.

Islam memandang haji sebagai momen spiritual, bukan untuk mengikat hubungan duniawi. Maka segala bentuk prosesi pernikahan ditunda hingga selesai ibadah.

Meskipun tidak ada fidyah bagi pelanggaran ini, akad nikah harus dilakukan ulang jika terjadi dalam kondisi ihram.

5. Jima' (Hubungan Suami Istri)

Hubungan suami istri selama ihram termasuk pelanggaran berat. Jika dilakukan sebelum tahalul awal, hajinya batal dan jemaah harus tetap menyelesaikan ritualnya serta menyembelih seekor unta.

Jika dilakukan setelah tahalul awal, haji tetap sah namun pelaku wajib membayar fidyah berupa kambing.

Larangan ini bertujuan menjaga fokus ibadah dan menghindari godaan duniawi selama masa suci tersebut.

Mencumbu Pasangan

Meski tidak sampai berhubungan intim, mencumbu pasangan tetap dilarang. Jika menyebabkan keluarnya mani, maka pelakunya harus menyembelih unta. Jika tidak, cukup dengan kambing.

Pelanggaran ini tidak membatalkan haji, tetapi menurunkan nilai spiritual dari ibadah tersebut. Jemaah diingatkan agar menjaga batas interaksi selama masa ihram.

6. Tanya Jawab Seputar Larangan Haji

Q: Apa yang terjadi jika seseorang tidak sengaja melanggar larangan ihram?

A: Jika tidak sengaja, jemaah tetap harus membayar fidyah sesuai jenis pelanggaran. Namun, kesengajaan bisa memperberat sanksi.

Q: Apakah wanita tetap harus membuka wajah meski berhijab?

A: Ya. Dalam kondisi ihram, wanita dilarang memakai cadar atau niqab.

Q: Apa itu fidyah dan damm dalam konteks haji?

A: Fidyah adalah bentuk kompensasi atas pelanggaran larangan ihram, bisa berupa puasa, sedekah, atau penyembelihan hewan. Damm khusus untuk pelanggaran besar atau wajib haji yang ditinggalkan.

(Segera nikah! Clara Shinta dan Lxa posting foto pre-wedding tanpa bersentuhan.)

(kpl/mni)

Editor:

Miranti

Rekomendasi
Trending