Tingkatkan Peran Perbankan, Danamon Group Terus Bertumbuh
Diterbitkan:

Treasury & Capital Market Head Bank Danamon Herman Savio
Kapanlagi.com - Bukan hal yang mudah bagi masyarakat Indonesia dalam menghadapi situasi ekonomi yang sulit seperti sekarang ini. Apalagi berdasarkan data BPS pada 1 November 2024, Indonesia mencatat inflasi sebesar 0,16% MoM pada Oktober 2024, setelah 5 bulan deflasi.
Walau begitu, inflasi Indonesia turun menjadi 1,7% YoY pada Oktober 2024 dan menjadi inflasi terendah sejak Oktober 2021. Menanggapi hal ini Treasury & Capital Market Head Bank Danamon Herman Savio membeberkan faktor penyebab lesunya ekonomi hingga upaya perbankan dalam mendongkrak pertumbuhan ekonomi. Hal tersebut diungkapkan Herman kepada Bisnis Indonesia. Berikut ini rangkuman poin-poin penting yang disampaikannya.
Advertisement
1. Faktor-Faktor yang Membuat Laju Ekonomi Indonesia Melambat
Kepada Bisnis Indonesia, Herman Savio mengungkapkan jika salah satu penyebab kenaikan inflasi di Indonesia, karena harga emas internasional yang lebih tinggi, bukan karena permintaan domestik yang kuat. Dari komponen pembentuk pertumbuhan ekonomi, hanya ada tiga kelompok yang tubuh, yaitu pembentukan modal tetap bruto atau investasi, ekspor dan impor.
“Sebaliknya, pengeluaran konsumsi rumah tangga, pengeluaran Lembaga Non-Profit yang Melayani Rumah Tangga (LNPRT), dan pengeluaran konsumsi pemerintah, mengalami kontraksi. Khusus pengeluaran konsumsi rumah tangga yang selama ini menjadi komponen pembentuk pertumbuhan ekonomi dengan kontribusi terbesar, justru mengalami perlambatan,” ungkapnya kepada Bisnis Indonesia.
Menurut Herman, hal tersebut tercermin dari kontribusi konsumsi domestik yang terus menurun menjadi 2,55% hingga kuartal III 2024, dibandingkan historikalnya yang berkontribusi sebesar 2,62%. Lebih lanjut, Herman mengungkapkan ada beberapa faktor yang membuat laju ekonomi dalam negeri terbatas.
“Pertama, perlambatan konsumsi domestik yang dipengaruhi beberapa faktor, seperti perlambatan ekonomi China, sehingga menekan permintaan hasil ekspor industri dan komoditas, serta pengaruh dari suku bunga yang tinggi secara global. Adapun faktor kedua adalah turunnya jumlah masyarakat kelas menengah yang menjadi penopang ekonomi melalui konsumsi belanja, di mana dari 57,83 juta pada 2019 menjadi 27,58 juta pada 2024,” imbuhnya.
Tak sampai di situ, jumlah kelas menengah yang berkurang juga tak lepas dari pengaruh inflasi. Hal tersebut diakui Herman turut mendorong kenaikan harga barang dan jasa. Di sisi lain, kenaikan upah justru lebih lambat dari kenaikan harga barang dan jasa, serta biaya hidup.
(Festival Pestapora 2025 dipenuhi kontroversi, sederet band tiba-tiba memutuskan untuk CANCEL penampilannya.)
2. Peran Perbankan Dalam Mendongkrak Pertumbuhan Ekonomi
Lebih lanjut, untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi, Herman menyebut jika perbankan memiliki peran besar. “Danamon Group memiliki jangkauan lokal hingga global dengan solusi keuangan yang holistik dan dapat disesuaikan dengan kebutuhan nasabah, serta lembaga jasa keuangan, seperti perusahaan pembiayaan. Apalagi dengan adanya penyesuaian kebijakan dari pemerintah dan regulator, ruang menggenjot kredit oleh bank cukup terbuka,” ungkap Herman kepada Bisnis Indonesia.
Sebagai informasi Danamon didukung oleh jaringan global dan lokal bersama MUFG sebagai perusahaan induk dan grup perusahaan, Adira Finance, Home Credit Indonesia, Mandala Finance, Zurich Asuransi Indonesia, serta mitra strategisnya, Grab, Akulaku, dan Manulife Indonesia, berkomitmen untuk terus bertransformasi sebagai Satu Grup Finansial. Danamon sebagai One Financial Group bisa menawarkan jaringan lokal dan global, serta solusi finansial holistik yang sesuai kebutuhan baik perorangan maupun badan usaha.
Di sisi lain, Herman mengungkapkan jika Bank Indonesia mempertahankan BI Rate di level 6% dan memberi kelonggaran bagi sektor usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dan ekonomi hijau melalui pemberian insentif. Selain itu, pemerintah juga turut memberikan insentif dalam bentuk pajak pertambahan nilai (PPN) ditanggung pemerintah (DTP) hingga akhir 2024. Semua insentif tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan konsumsi masyarakat.
“Perbankan juga bisa memanfaatkannya untuk menggenjot pembiayaan konsumsi yang dalam kurun 5 tahun terakhir dengan pertumbuhan rata-rata 6%, jauh di bawah periode 2015-2019 yang rata-rata tumbuh 10,25%. Herman melanjutkan jika pada 2025, perekonomian Indonesia diperkirakan tumbuh sebesar 5,11%, sedikit lebih tinggi dibandingkan proyeksi 2024 sebesar 5,05%. Penurunan suku bunga dan pemulihan ekonomi China juga akan berdampak positif dan mendukung pertumbuhan yang lebih solid,” jelasnya kepada Bisnis Indonesia.
Selain itu, Herman juga mengharapkan permintaan terhadap produk ekspor dan komoditas Indonesia juga meningkat, sehingga bisa mendorong aktivitas domestik lebih tinggi. Hal ini juga didukung inflasi pada 2025 yang diperkirakan tetap terkendali di sekitar 2,51%.
“Supaya peran perbankan lebih nyata dalam meningkatkan peran perekonomian melalui peningkatan kredit produk konsumsi, maka perbankan bisa memanfaatkan sektor andalan, seperti kredit rumah, kendaraan, dan barang kebutuhan rumah tangga lainnya, dengan mengoptimalkan kanal digital dan grup bisnis keuangannya,” sambungnya.
Herman menambahkan perbankan juga bisa menyasar lapangan usaha yang secara profil risiko usaha cukup tinggi, tetapi potensial untuk didanai, seperti perkebunan, pertanian dan perikanan, serta kelautan. Namun, pembiayaan ke sektor-sektor tersebut, perlu memperhatikan kebijakan masing-masing bank dalam penyaluran kredit.
“Dengan dukungan bank sentral serta kemudahan dari bank, saya berharap daya beli masyarakat meningkat dan memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia,” pungkasnya kepada Bisnis Indonesia.
Advertisement
(Demo kenaikan gaji anggota DPR memanas setelah seorang Ojol bernama Affan Kurniawan menjadi korban. Sederet artis pun ikut menyuarakan kemarahannya!)
(kly/tmi)
Achmad Iwan Tantomi
Advertisement