Kisah Laksamana Malahayati yang Menaklukan Kapten Cornelis de Houtman

Penulis: Rokhmi Noviastussani

Diperbarui: Diterbitkan:

Kisah Laksamana Malahayati yang Menaklukan Kapten Cornelis de Houtman
Ilustrasi Malahayati (sumber : kacamatabeta)

Kapanlagi.com - Indonesia meraih kemerdekaannya 78 tahun yang lalu sebagai hasil dari perjuangan gigih para pejuang tanah air.

Begitu banyak pengorbanan dan nyawa yang dikeluarkan oleh pahlawan-pahlawan bangsa untuk mewujudkan kemerdekaan sebagai prasyarat bagi berdirinya negara yang berdaulat. Malahayati termasuk salah satu di antara banyak pejuang yang ikut serta dalam perjuangan tersebut.

Malahayati telah menjadi figur legendaris di kalangan masyarakat Aceh, bahkan dikenal oleh sejarawan internasional sebagai laksamana laut perempuan pertama di dunia. Kisah hidup dan prestasinya bahkan diabadikan dalam lagu yang dirilis oleh musisi legendaris Indonesia, Iwan Fals, pada tahun 2010.

Mengutip informasi dari laman resmi Indonesia.go.id pada Kamis (23/11/2023), berikut adalah narasi tentang Malahayati dan perjuangannya.

1. Siapa Malahayati?

Malahayati, lahir pada 1 Januari 1550, merupakan seorang perempuan asli Aceh yang tergolong sebagai salah satu dari sedikit wanita pemberani dari Tanah Rencong yang berani melawan kolonialisme, bersama dengan Cut Nyak Dien dan Cut Nyak Meutia. Dengan nama asli Keumalahayati, ia berasal dari keluarga pelaut yang memiliki garis keturunan biru.

Dalam buku "Wanita Utama Nusantara dalam Lintasan Sejarah" karya Ismail Sofyan, disebutkan bahwa ayah Malahayati, yaitu Laksamana Mahmud Syah, menjabat sebagai Panglima Angkatan Laut Kesultanan Aceh. Malahayati adalah cucu dari Sultan Salahuddin Syah, yang merupakan raja kedua Kesultanan Aceh dan memerintah pada tahun 1530 hingga 1539.

(Rumah tangga Tasya Farasya sedang berada di ujung tanduk. Beauty vlogger itu resmi mengirimkan gugatan cerai pada suaminya.)

2. Perjalanan Malahayati

Masa remaja Malahayati dilalui di dalam lingkungan istana, termasuk mengikuti pendidikan di akademi militer matra angkatan laut kesultanan yang dikenal sebagai Mahad Baitul Maqdis.

Pada usia sekitar 35 tahun, sekitar tahun 1585, Malahayati dipercayakan untuk memimpin Barisan Pengawal Istana Rahasia dan menjabat sebagai Panglima Protokol Pemerintah selama pemerintahan Sultan Alauddin Riayat Syah al-Mukammil.

Perlawanan terhadap kolonialisme Portugis dimulai oleh Malahayati melalui pertempuran di perairan Teluk Haru, dekat Selat Malaka pada tahun 1586. Suaminya, Laksamana Tuanku Mahmuddin bin Said Al Latief, yang juga menjabat sebagai Kepala Pengawal Sultan, memimpin pertempuran tersebut.

Armada perang Kesultanan Aceh berupaya menghentikan kapal-kapal perang Portugis. Meskipun armada perang Kesultanan Aceh berhasil mengusir Portugis, sayangnya suami Malahayati tewas dalam pertempuran tersebut.

Malahayati tidak dapat menerima kenyataan tersebut dan berjanji untuk membalas dendam serta melanjutkan perjuangan suaminya. Posisi yang ditinggalkan oleh mendiang Laksamana Tuanku Mahmuddin kemudian diambil alih oleh Malahayati.

Sultan Riayat Syah memberikan pangkat laksamana kepada Malahayati, menjadikannya perempuan pertama di dunia pada saat itu yang memegang pangkat tersebut, sebagaimana diungkapkan dalam buku "Perempuan Keumala".

Malahayati mengungkapkan rencana ambisiusnya kepada Sultan, yaitu membangun armada tempur laut yang keseluruhan prajuritnya adalah perempuan.

3. Malahayati Membuat Pasukan Elite

Untuk meneruskan perjuangan sang suami, Malahayati memutuskan untuk membangun sebuah armada tempur laut yang seluruh prajuritnya adalah perempuan. Pasukan elite tersebut dinamakan Inong Balee atau prajurit perempuan yang berstatus janda.

Jumlah pasukannya pun tidak main-main, mencapai 2.000 orang. Mereka adalah para janda dari prajurit yang gugur kala bertempur melawan Portugis. Dengan berbekal kemampuan yang didapat ketika menimba ilmu di Mahad Baitul Maqdis, Malahayati melatih Inong Balee menjadi pasukan tempur yang disegani.

Pasukan Inong Balee mulai dilibatkan dalam beberapa peperangan melawan Portugis dan Belanda. Wilayah pertempuran mereka tidak hanya sebatas di perairan Selat Malaka saja, namun juga sampai ke pantai timur Sumatra dan Malaya.

Pada tanggal 21 Juni 1599, dua kapal Belanda, de Leeuw dan de Leeuwin berisi pasukan perang dipimpin dua bersaudara, Cornelis dan Frederik de Houtman ingin bersandar di pelabuhan Aceh Besar. Bumi Serambi Makkah itu menjadi tujuan kesekian dari dua bersaudara de Houtman setelah sebelumnya menyinggahi Banten, Madura, sampai ke Bali untuk berburu rempah-rempah.

Hanya saja, mereka selalu menemui perlawanan masyarakat setempat karena tabiat pasukan de Houtman bersaudara yang tak disukai. Hal serupa juga dialami saat mencapai Aceh Besar. Mereka tertahan di atas kapal di tengah laut karena tak dapat izin dari Sultan.

4. Laksamana Malahayati Taklukan Cornelis de Houtman

Laksamana Malahayati bersama pasukan Inong Balee telah menanti dan siap siaga. Sultan memerintahkan Laksamana Malahayati untuk menghalau dua kapal Belanda tersebut, sehingga pertempuran di laut tidak dapat dihindari.

Pasukan Inong Balee berhasil menghancurkan kedua kapal dagang tersebut. Dalam duel satu lawan satu di atas kapal musuh pada tanggal 11 September 1599, Laksamana Malahayati berhadapan dengan Cornelis. Nyawa Cornelis pun hilang oleh rencong Malahayati.

Tidak hanya mahir sebagai pemimpin perang di lautan, Malahayati juga dikenal sebagai negosiator yang ulung. Pemerintah Belanda mengajukan pembebasan para tawanan perang yang ditahan oleh pihak Kesultanan Aceh, termasuk Frederik de Houtman.

Sultan kemudian mengutus Malahayati untuk bertindak sebagai perwakilan dalam perundingan dengan Belanda. Sebagai syarat, Malahayati menuntut agar Belanda membayar ganti rugi atas perang yang telah mereka picu, sebagai kompensasi untuk pembebasan prajurit yang ditahan.

5. Wafatnya Malahayati

Malahayati meninggal pada tahun 1615 dan dikebumikan di sekitar bentengnya di Desa Lamreh, Krueng Raya. Pada tanggal 9 November 2017, melalui Keputusan Presiden RI nomor 115/TK/Tahun 2017, Presiden Joko Widodo menetapkan Malahayati sebagai Pahlawan Nasional.

Selain diabadikan sebagai nama salah satu kapal perang TNI-Angkatan Laut (AL), Malahayati juga dijadikan sebagai nama pelabuhan di Desa Lamreh Krueng Raya, Kecamatan Mesjid Raya, Aceh Besar.

Sejak zaman pemerintahan Sultan Iskandar Muda, Pelabuhan Malahayati, yang sebelum 1970 digunakan sebagai pelabuhan transit, kemudian mengalami perubahan fungsi menjadi tempat singgah kapal dan akhirnya menjadi terbengkalai setelah bencana tsunami pada tahun 2004. Barulah pada tahun 2007, Pelabuhan Malahayati kembali beroperasi untuk mengangkut produk ekspor asal Aceh ke wilayah Eropa dan Timur Tengah.

6. Apa Yang Dilakukan Laksamana Malahayati Saat Berhadapan dengan Cornelis de Houtman?

Saat pertempuran pada 1599, pasukan Inong Balee yang dipimping Malahayati secara mengejutkan mampu mengalahkan pasukan Belanda yang dipimpin oleh Cornelis de Houtman. Salah satu aksi heroik yang dilakukan Laksamana Malahayati adalah saat ia berhadapan dengan Cornelis de Houtman di atas geladak kapal pada 11 September 1599 dan berhasil membunuhnya.

7. Kenapa Laksamana Malahayati Membunuh Cornelis de Houtman?

Malahayati membunuh Cornelis de Houtman yang merupakan kapten Belanda untuk membalaskan dendam suaminya, Laksamana Tuanku Mahmuddin bin Said Al Latief yang tewas terbunuh dalam perang di perairan Selat Malaka.

8. Kapan Cornelis de Houtman Mendatangi Indonesia?

Belanda datang pertama kali ke Indonesia pada tahun 1596, di bawah pimpinan Cornelis de Houtman dan berhasil mendarat di Pelabuhan Banten.

9. Apa Julukan Laksamana Malahayati?

Mengutip dari laman Perpustakaan Nasional, Laksamana Malahayati dikenal juga dengan nama Keumalahayati.

(kpl/rns)

Rekomendasi
Trending