Kenali Gejala Anemia Defisiensi Besi pada Anak yang Sering Tidak Disadari dan Cara Mengatasinya

Kenali Gejala Anemia Defisiensi Besi pada Anak yang Sering Tidak Disadari dan Cara Mengatasinya
Waspada bahaya Anemia Defisiensi Besi (Credit: Dokumentasi Pribadi)

Kapanlagi.com - Hai, para orang tua hebat! Tahukah kamu kalau ada masalah gizi yang sering banget ngumpet alias 'silent disease' tapi dampaknya bisa bikin anak jadi loyo? Yup, namanya Anemia Defisiensi Besi (IDA). Dalam rangka memperingati Iron Deficiency Anemia (IDA) Awareness Day, Sarihusada mengajak kita semua untuk lebih melek dan waspada terhadap kondisi ini.

Masalah ini masih jadi PR besar di Indonesia, apalagi IDA ini berkontribusi pada tingginya angka stunting. Bayangkan saja, menurut SKI 2023, satu dari empat anak di Indonesia mengalami anemia, yang bisa jadi biang keladi keterlambatan tumbuh kembang dan perkembangan otak mereka.

Jadi, apa sih sebenarnya Anemia Defisiensi Besi itu? Gampangnya, ini adalah kondisi di mana tubuh si kecil kekurangan zat besi yang penting banget buat bikin hemoglobin. Hemoglobin ini ibarat kurir super di dalam sel darah merah yang tugasnya mengangkut oksigen ke seluruh tubuh.

1. Gejala Anemia Defisiensi Besi pada Anak

Menurut dr. Devie Kristiani, Sp.A, Dokter Spesialis Anak RS Bethesda Yogyakarta, gejala anemia defisiensi besi sering kali tidak disadari pada tahap awal. Anak mungkin tampak pucat, mudah lelah, lesu, atau kurang aktif.

Gejala lain yang perlu diwaspadai meliputi berat badan sulit naik, pertumbuhan terlambat, penurunan nafsu makan, hingga kebiasaan pica (memakan benda bukan makanan seperti tanah atau es batu).

"Anemia defisiensi besi bukan sekadar masalah kurang darah. Kondisi ini berdampak langsung pada perkembangan saraf dan otak. Studi menunjukkan bahwa anak dengan anemia defisiensi besi memiliki skor kognitif, kemampuan psikomotor, serta konsentrasi yang lebih rendah dibanding anak dengan kadar zat besi yang cukup. Hal ini berpengaruh pada kesiapan mereka belajar di sekolah dan performa akademik dalam jangka panjang. Oleh sebab itu, penting bagi orang tua untuk memastikan anak mendapatkan kecukupan zat besi dimulai dari periode ASI Ekslusif untuk memenuhi kecukupan zat besi pada awal tahap kehidupannya," jelas dr. Devie.

2. Penyebab dan Faktor Risiko

Waspada bahaya Anemia Defisiensi Besi (Credit: Dokumentasi Pribadi)

Kekurangan zat besi pada anak umumnya disebabkan oleh asupan makanan yang rendah zat besi, penyerapan zat besi yang tidak optimal, atau kehilangan darah akibat infeksi kronis. Beberapa kelompok anak memiliki risiko lebih tinggi, seperti bayi prematur, anak dengan ibu yang mengalami anemia selama kehamilan, serta anak yang mengonsumsi MPASI (Makanan Pendukung Air Susu Ibu) rendah zat besi.

Faktor gaya hidup juga turut berkontribusi. Konsumsi teh, kopi, atau coklat dapat menghambat penyerapan zat besi di usus. Sebaliknya, penyerapan dapat ditingkatkan melalui konsumsi vitamin C dan susu pertumbuhan yang difortifikasi zat besi.

"Dalam pencegahan anemia defisiensi besi, dibutuhkan tindakan preventif dimulai dari rutin melakukan pengecekan status kecukupan zat besi dengan skrining atau deteksi dini dan mencukupi kebutuhan nutrisi yang kaya akan zat besi. Selain itu, konsumsi vitamin C membantu meningkatkan penyerapan zat besi hingga dua kali lipat. Di sisi lain, susu pertumbuhan yang difortifikasi dapat menjadi pilihan pelengkap nutrisi harian mendukung kecukupan zat besi anak." kata dr. Devie.

3. Peran Inovasi dalam Pencegahan

Sebagai bagian dari komitmennya dalam mengatasi masalah anemia pada anak, Sarihusada menghadirkan inovasi SGM Eksplor dengan IronC, yaitu kombinasi zat besi dan vitamin C yang secara ilmiah terbukti meningkatkan penyerapan zat besi.

"Inovasi ini kami kembangkan berdasarkan penelitian ilmiah yang kami lakukan secara konsisten dalam dua dekade terakhir, termasuk riset terkait penyerapan zat besi yang meningkat signifikan ketika dikombinasikan dengan vitamin C. Adapun kombinasi ini mendukung penyerapan zat besi hingga 2x lipat. Penelitian menunjukkan bahwa anak Indonesia usia 1-3 tahun yang secara rutin mengonsumsi 2 gelas susu pertumbuhan SGM Eksplor dengan kandungan IronC (kombinasi Zat Besi dan Vitamin C) per hari, didukung dengan makanan harian yang bernutrisi seimbang, terbukti memiliki kecukupan asupan Zat Besi harian sesuai angka kecukupan gizi (AKG)," ujar Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, MKK, Medical & Scientific Affairs Director Sarihusada.

Sarihusada berkomitmen pada penelitian berkelanjutan yang berfokus pada peningkatan status gizi anak Indonesia, termasuk publikasi ilmiah mengenai pemenuhan zat besi dan dampaknya terhadap tumbuh kembang.

4. Alat Bantu Digital Kalkulator Zat Besi

Waspada bahaya Anemia Defisiensi Besi (Credit: Dokumentasi Pribadi)

Selain inovasi produk dan komitmen pada penelitian berkelanjutan, Sarihusada juga mengembangkan alat bantu digital 'Kalkulator Zat Besi' yang tersedia melalui platform seperti Alfagift dan website generasimaju. Alat ini membantu orang tua menghitung kebutuhan zat besi harian anak dan melakukan deteksi awal terhadap risiko anemia defisiensi besi.

"Deteksi dan intervensi dini menjadi kunci dalam mencegah anemia defisiensi besi. Dengan asupan nutrisi yang tepat, pemantauan rutin, dan edukasi berkelanjutan, kita bisa membantu anak-anak Indonesia tumbuh sehat dan mencapai potensi maksimal mereka," tutup dr. Ray.

(Di tengah kondisi kesehatan yang jadi sorotan, Fahmi Bo resmi nikah lagi dengan mantan istrinya.)

(kpl/gtr)

Rekomendasi
Trending