Dr. Ray Wagiu Basrowi: Gen Z Indonesia Risiko Burnout Karena Stres Kerja, Ada Bukti Penelitiannya

Penulis: Guntur Merdekawan

Diperbarui: Diterbitkan:

Dr. Ray Wagiu Basrowi: Gen Z Indonesia Risiko Burnout Karena Stres Kerja, Ada Bukti Penelitiannya
Dr. Ray Wagiu Basrowi (Credit: instagram.com/ray.w.basrowi)

Kapanlagi.com - Generasi Z kini mulai memasuki dunia kerja dalam jumlah besar. Mereka dikenal adaptif, kreatif, dan melek teknologi. Namun, di balik citra positif itu, riset global dan nasional menunjukkan bahwa Gen Z adalah kelompok paling rentan mengalami burnout dan fatigue di lingkungan kerja.

Fenomena ini dibahas dalam podcast 'Why Young People Get Burnout Easily & How to Overcome It', yang menggali faktor penyebab serta solusi menghadapi kelelahan mental di era kerja modern. Podcast ini menghadirkan narasumber Pakar Kedokteran Komunitas Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, MKK, FRSPH, dengan host Rory Asyari.

Menurut Dr Ray, burnout di kalangan Gen Z bukan sekadar masalah personal, melainkan sudah menjadi isu kesehatan publik.

"Studi terbaru yang dilakukannya bersama kaukus Masyarakat Peduli Kesehatan Jiwa menemukan bahwa jumlah pekerja Gen Z di industri keuangan di Indonesia yang mengalami kelelahan atau fatigue akibat faktor burnout dan stres kerja sangat banyak. Bahkan sekitar 6 dari 10 pekerja sektor keuangan usia muda mengeluhkan stres kerja dan burnout yang dirasakan sebagai mudah lelah atau tidak tahan tekanan. Padahal, realitanya mereka bukan lelah fisik karena pekerjaan tetapi karena salah satu faktornya adalah kurang work-life-balance, budaya kerja tanpa batas, dan tekanan sosial digital. Burnout di tempat kerja adalah alarm serius, bukan tanda kelemahan," ujar Dr. Ray yang merupakan pendiri Health Collaborative Center (HCC) ini.

1. Penyebab dan Gejala Burnout

Dr. Ray Wagiu Basrowi di Podcast 'Why Young People Get Burnout Easily & How to Overcome It'

Sementara host dari podcast Room For Improvement ini Rory Asyari menimpali bahwa bisa jadi memang harapan dan keinginan para Gen Z ini tidak 'ketemu' dengan realita di tempat kerja, sehingga menyebabkan stres.

Penyebab kunci burnout meliputi tekanan performa tinggi, jam kerja fleksibel tanpa batas, serta budaya always online. Gejala burnout dapat berupa kehilangan motivasi, gangguan tidur, mudah marah, hingga keluhan fisik seperti sakit kepala kronis.

(Ammar Zoni dipindah ke Nusakambangan dan mengaku diperlakukan bak teroris.)

2. Solusi untuk Mengatasi Burnout

Dr. Ray Wagiu Basrowi (Credit: instagram.com/ray.w.basrowi)

Dr Ray menambahkan, perusahaan perlu meninjau ulang kebijakan kerja agar lebih ramah kesehatan mental, termasuk menyediakan ruang pemulihan, manajemen beban kerja yang sehat, serta akses konseling yang memadai.

Beberapa solusi yang dapat diterapkan adalah:

  • Menetapkan batasan kerja.
  • Melakukan digital detox.
  • Mempraktikkan mindfulness.
  • Membangun dukungan komunitas tidak hanya di kantor tetapi juga penting untuk memiliki komunitas di luar pekerjaan.

3. Dampak Burnout yang Tidak Ditangani

Burnout bukan hanya mengurangi kualitas hidup individu, tapi juga berdampak pada produktivitas perusahaan dan keberlanjutan tenaga kerja. Menurut Dr. Ray, jika dibiarkan, fenomena ini bisa meningkatkan angka turnover, menurunkan engagement, dan bahkan memengaruhi kesehatan fisik jangka panjang generasi muda.

Podcast 'Why Young People Get Burnout Easily & How to Overcome It' menjadi ruang refleksi penting bagi pekerja muda, HRD, hingga manajemen perusahaan. Dengan memahami burnout secara lebih jernih, dunia kerja dapat menjadi ruang yang sehat, produktif, dan humanis bagi Gen Z dan generasi setelahnya.

(kpl/gtr)

Rekomendasi
Trending