Biasa Dipakai dalam Acara Islam di Indonesia, Baju Koko Aslinya dari Mana?
Baju koko. (credit: unsplash)
Kapanlagi.com - Baju koko, yang sering kali dianggap sebagai simbol keislaman di Indonesia, memiliki cerita menarik di balik keberadaannya. Busana ini menjadi pilihan utama bagi pria Muslim, terutama saat menjalankan ibadah, menghadiri acara keagamaan, atau merayakan hari raya. Dengan desain yang sederhana, sopan, dan nyaman, baju koko telah menjadi identitas yang melekat pada kaum pria Muslim di Tanah Air.
Namun, tahukah Anda bahwa baju koko sebenarnya bukanlah berasal dari budaya Arab atau Timur Tengah? Dalam sejarahnya, busana ini justru lahir dari tradisi pakaian masyarakat Tionghoa. Melalui proses akulturasi budaya yang kaya, baju koko bertransformasi menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Muslim Indonesia.
M. Quraish Shihab, dalam bukunya "Islam yang Disalahpahami", mengungkapkan bahwa baju koko yang kita kenal saat ini merupakan modifikasi dari pakaian pria Tionghoa yang awalnya tanpa kerah. Seiring waktu, baju ini mengalami perubahan makna dan fungsi, menjadikannya simbol yang kaya akan sejarah dan identitas.
Advertisement
1. Asal-usul Nama dan Bentuk Baju Koko
Asal usul istilah "baju koko" ternyata menyimpan kisah menarik yang menghubungkan budaya Indonesia dan Tionghoa. Dikenal sebagai busana yang awalnya dipakai oleh "engkoh-engkoh"—sebutan akrab untuk pria Tionghoa—baju ini awalnya bernama "tui-khim" dalam dialek Hokkian, dengan desain kemeja lima kancing tanpa kerah yang dipadukan dengan celana longgar.
Seiring berjalannya waktu, masyarakat Betawi mulai mengadopsi gaya ini dalam keseharian mereka, dan baju koko pun menjadi pilihan favorit komunitas Muslim berkat modelnya yang tertutup dan sopan. Sejarawan JJ Rizal menjelaskan bahwa nama "baju koko" lahir dari pelafalan yang bertransformasi dari "baju engkoh-engkoh".
Sementara pengamat budaya Tionghoa, David Kwa, mencatat bahwa baju tui-khim ini masih populer di kalangan pria Tionghoa hingga awal abad ke-20, meski setelah runtuhnya Dinasti Cheng, penggunaannya mulai menyusut. Ironisnya, saat itu justru baju ini menemukan tempat baru di hati masyarakat Muslim Indonesia.
(Di luar nurul, Inara Rusli dilaporkan atas dugaan perselingkuhan dan Perzinaan!)
2. Masuknya Baju Tionghoa ke Lingkungan Muslim
Ketika komunitas Tionghoa mulai berlabuh di Batavia dan berbagai penjuru Nusantara untuk berdagang, mereka membawa serta warisan budaya yang tak ternilai, termasuk busana khas seperti tui-khim dan celana pangsi. Seiring waktu, masyarakat Betawi pun mulai mengenakan pakaian ini, yang oleh G.J. Nawi dalam bukunya Maen Pukulan Pencak Silat Khas Betawi disebut sebagai "baju sadariah", yang bisa dikatakan sebagai cikal bakal baju koko yang kita kenal sekarang.
Awalnya hanya dikenakan untuk aktivitas sehari-hari, baju ini perlahan-lahan diadopsi oleh tokoh-tokoh agama Islam karena kesesuaiannya dengan adab berpakaian Muslim—menutup aurat dan tidak mencolok, sehingga sangat cocok untuk kegiatan ibadah dan pengajian.
Emha Ainun Nadjib dalam bukunya Hidup Itu Harus Pintar Ngegas Ngerem menambahkan bahwa para kiai selalu mengenakan baju koko, yang sebenarnya berasal dari pakaian Tionghoa namun kemudian diakui oleh para ustaz dan dijuluki baju takwa. Sejak saat itu, baju koko telah menjadi simbol identitas religius yang kuat di kalangan umat Islam di Indonesia.
3. Baju Koko sebagai Identitas Keislaman
Meskipun tidak berasal dari ajaran Islam atau budaya Arab, baju koko kini telah menjelma menjadi simbol keislaman yang tak terpisahkan di Indonesia. Transformasi ini berawal dari para kiai dan santri yang dengan bangga mengenakan baju tersebut dalam berbagai kegiatan keagamaan, sehingga mendorong masyarakat untuk mengikuti jejak mereka.
Seiring waktu, baju koko tak hanya menjadi pilihan sehari-hari, tetapi juga menjadi busana yang wajib dikenakan pada momen-momen sakral seperti salat Id, pernikahan, dan acara keagamaan lainnya, mengukuhkan posisinya sebagai identitas busana Muslim pria.
Menariknya, di tengah arus modernisasi, baju koko kini dipakai oleh berbagai lapisan masyarakat, termasuk oleh mereka yang memiliki pandangan anti-Tionghoa, meskipun sejarah baju ini justru berakar dari budaya Tionghoa yang pernah dianggap asing.
4. Perkembangan Komersial Baju Koko di Indonesia
Dengan semakin tingginya permintaan pasar, baju koko kini menjelma menjadi salah satu bintang dalam dunia fesyen yang menguntungkan. Puncak antusiasme terjadi menjelang Ramadan dan Idulfitri, saat umat Muslim berbondong-bondong mencari pakaian baru untuk merayakan momen spesial tersebut.
Keunggulan bahan yang ringan dan harga yang bersahabat membuat baju koko mudah diproduksi secara massal, sementara desainnya pun bertransformasi dari yang klasik tanpa kerah menjadi model modern yang kaya akan variasi bordir, motif batik, hingga material linen premium.
Dengan harga yang terjangkau bagi berbagai lapisan masyarakat, tidak mengherankan jika baju koko tetap bertahan dan terus berinovasi, mengikuti dinamika tren fesyen Muslim pria di Indonesia.
5. FAQ
Apakah baju koko berasal dari Arab?
Tidak, baju koko berasal dari budaya Tionghoa, bukan dari Arab.
Kenapa baju koko disebut baju koko?
Karena awalnya disebut “baju engkoh-engkoh” yang kemudian disingkat menjadi “baju koko”.
Siapa yang pertama kali memakai baju koko di kalangan Muslim?
Tokoh-tokoh agama seperti kiai dan santri yang pertama kali mengadopsinya.
Apakah baju koko wajib untuk salat?
Tidak wajib, tetapi baju koko memenuhi syarat kesopanan untuk salat.
Apakah baju koko masih dipakai pria Tionghoa?
Saat ini jarang, karena komunitas Tionghoa telah beralih ke gaya busana modern.
(Di tengah kondisi kesehatan yang jadi sorotan, Fahmi Bo resmi nikah lagi dengan mantan istrinya.)
(kpl/rmt)
Ricka Milla Suatin
Advertisement
-
Teen - Lifestyle Gadget Mau Foto Astetik? Kamera Mini Andalan Anak Skena yang Lagi Viral Ini Patut Dicoba
-
Teen - Fashion Hangout Pilihan Jam Tangan Stylish untuk Anak Skena yang Mau Tampil Lebih Standout
