BGN Gandeng UMKM Pangan Lokal untuk Tingkatkan Ketersediaan Makanan Bergizi

Penulis: gilar ramdhani

Diterbitkan:

BGN Gandeng UMKM Pangan Lokal untuk Tingkatkan Ketersediaan Makanan Bergizi Kepala Biro Hukum dan Humas BGN, Khairul Hidayati melakukan pengecekan dapur SPPG. (Humas BGN)

Kapanlagi.com - Badan Gizi Nasional (BGN) memperkuat langkah kolaborasi dengan UMKM pangan lokal untuk memastikan ketersediaan makanan bergizi bagi seluruh lapisan masyarakat. Salah satu inisiatif penting adalah membuka peluang kemitraan dalam Program Makan Bergizi Gratis (MBG), sehingga UMKM, koperasi, dan pengusaha lokal dapat menjadi mitra penyedia pangan bergizi.

Melalui program kemitraan ini, BGN tidak hanya fokus pada kuantitas makanan, tetapi juga kualitas dan keberlanjutan supply chain yang melibatkan UMKM pangan di tingkat lokal.

Sejak peluncurannya pada 6 Januari 2025 di 26 provinsi, MBG telah mencatat lebih dari 13.000 mitra aktif dari usaha penyedia makanan bergizi, komunitas lokal, dan pemasok bahan pangan lokal. Kepala BGN, Dadan Hindayana, mengatakan bahwa target keseluruhan kemitraan adalah 30.000 mitra agar suplai makanan bergizi bisa mencukupi kebutuhan penerima manfaat di berbagai daerah.

Kerja sama ini tidak sekadar formalitas. Dadan mengatakan UMKM lokal harus menggunakan bahan pangan lokal sebagai bahan utama. Hal ini tidak hanya memperkuat ekonomi petani lokal, tetapi juga mendukung ketahanan pangan daerah.

Pengecekan dapur SPPG untuk memastikan kualitas MBG. (Sumber Foto: Humas BGN)

Menurutnya, rata-rata satu unit Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) mengelola dana sekitar Rp10 miliar per tahun, di mana 85 persen dana tersebut digunakan untuk membeli bahan baku, dan 95 persen dari bahan baku ini berasal dari sektor pertanian lokal.

"Jadi kalau masing-masing bisa mengisi pasokan lokalnya, nasional sudah selesai tidak ada lagi isu kekurangan secara nasional," ujar Dadan Hindayana.

BGN melihat UMKM sebagai ujung tombak distribusi pangan lokal agar pangan bergizi dapat mencapai masyarakat tanpa rentan terhadap rantai distribusi panjang yang sering menambah biaya.

Tidak hanya kerja sama dalam produksi dan penyediaan, BGN juga memperhatikan sertifikasi dan keamanan pangan. Sebagai bagian dari syarat menjadi mitra MBG, UMKM penyedia makanan harus memenuhi standar keamanan pangan dan dokumen resmi seperti KTP, NPWP, dan Nomor Induk Berusaha (NIB). Selain itu, pelatihan penjamah makanan dan verifikasi higienis dilakukan melalui kolaborasi dengan Dinas Kesehatan dan Badan POM untuk memastikan mutu dan keamanan.

Misalnya, dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi IX DPR RI bebersapa waktu lalu, Dadan menyebut bahwa sekolah yang melaksanakan sudah ada. Bahkan kantin berubah jadi SPPG dan pendapatannya meningkat tajam karena tidak hanya melayani sekolah.

"Ini menggambarkan bahwa sertifikasi dan transformasi proses penyediaan makanan di sekolah bukan hanya soal keamanan makanan, tetapi juga peningkatan peluang ekonomi untuk UMKM lokal," ujarnya.

SPPG Dorong UMKM Pangan Lokal, Serap Tenaga Kerja dan Jaga Harga Terjangkau

Dampak ekonomi dari kolaborasi ini mulai pun terasa. Data menunjukkan bahwa dengan pengembangan SPPG, peluang kerja lokal terbuka luas. Di Tangerang Selatan misalnya, terdapat 169 SPPG yang beroperasi dan melalui program MBG telah menyerap tenaga kerja secara langsung dan melibatkan banyak pemasok produk lokal.

Pengecekan dapur SPPG untuk memastikan kualitas makanan. (Humas BGN)

Selain itu, BGN mencatat bahwa program MBG telah menjangkau lebih dari 20,5 juta penerima manfaat melalui 5.885 SPPG yang tersebar di 38 provinsi, 502 kabupaten, dan 4.770 kecamatan. Setiap SPPG melayani rata-rata 3.500 orang. Dengan cakupan seluas itu, kehadiran UMKM penyedia pangan menjadi sangat strategis untuk menjaga ketersediaan pangan bergizi dan keterjangkauannya.

Dosen pascasarjana IPB ini juga menekankan bahwa memastikan masyarakat mendapatkan makanan bergizi dengan harga terjangkau adalah bagian penting dari visi MBG. Dadan menyebut bahwa melalui ekosistem SPPG, belanja bahan baku lokal, dan dukungan UMKM yang bergerak di pangan sehat, harga pangan dapat ditekan.

"Kalau 1 SPPG butuh 3.500 telur sehari tinggal dikalikan 85 persen dialokasikan untuk pembelian bahan baku pertanian lokal," ujar Dadan untuk menggambarkan bagaimana struktur ekonomi pangan bergizi disusun agar biaya produksi dan distribusi tidak terlalu tinggi.

Meski demikian, tantangan tetap ada seperti disparitas infrastruktur pangan di daerah terpencil, kapasitas UMKM dalam memenuhi standar keamanan pangan, dan logistik distribusi. BGN menyebut bahwa salah satu upaya mitigasi adalah pelatihan penjamah makanan lokal, dukungan sertifikasi, dan pembentukan inspeksi lokal melalui Dinas Kesehatan dan Badan POM.

BGN menegaskan, penguatan kolaborasi dengan UMKM pangan, penyediaan sertifikasi standar mutu, dan pengendalian harga terjangkau menjadi kunci program MBG. Lebih lanjut, BGN berharap program MBG tidak hanya menjadi bantuan jangka pendek, tetapi sebuah roda ekonomi dan kesehatan yang semakin mapan. Sesuai visi mewujudkan masyarakat yang hidup lebih sehat, UMKM pangan lokal yang kuat, dan ketahanan pangan nasional yang nyata.

(Kondisi Fahmi Bo makin mengkhawatirkan, kini kakinya mengalami sebuah masalah hingga tak bisa digerakkan.)

(kpl/gil)

Editor:

gilar ramdhani

Rekomendasi
Trending